Abuya lahir di Makkah Almukarramah, pada tahun 1362 H / 1943 M. Ayah beliau bernama Assayyid Alwi Bin Abbas Almaliki, seorang ulama terkemuka di Makkah Almukarramah, dan seorang mudarris (pengajar) di Masjid Alharam.
Awal masa pendidikan yang ditempuh oleh Abuya adalah berbentuk halaqah-halaqah ilmiyah yang diasuh oleh ayahnya, Assayyid Alwi Bib Abbas Almaliki yang bertempat di Masjid Alharam. Selain belajar kepada ayahnya sendiri, beliau juga belajar kepada beberapa para Ulama, di antara guru beliau adalah Syeikh Hasan Muhammad Almassyath, Asayyid Amin Kutbi, Syeikh Muhammad Nur Saif, Syeikh Sa’id Yamani, dan sebagainya.
Abuya juga belajar di Madrasah Alfalah, Madrasah Shaulatiyyah, dan Madrasah Tahfidz Alquran yang berada di kota Makkah. Beliau menimba ilmu Hadits kepada beberapa ulama di India dan Pakistan. Di kedua negara tersebut, beliau berpindah dari satu kota ke kota lain untuk mencari ilmu Hadits, di antaranya Bombai, Haidar Abad, Karachi, dan sebagainya. Beliau memperoleh sertifikasi mengajar (ijazah) dan rantas transmisi (isnad) dari Alhabib Ahmad Almasyhur Alhaddad di Jiddah, Syeikh Hasanain Makhluf dari Mesir, Syeikh Ghumari dari Maroko, Syaikh Diyauddin Qadiri di Madinah, Maulana Zakariyya Alkandahlawi, dan sebagainya.
Pada fase selanjutnya, beliau menempuh studi akademis di Universitas Alazhar Mesir. Beliau berhasil meraih gelar Magister dan Doktoral dari Fakultas Ushuluddin Universitas Alazhar yang kondang tersebut. Beliau juga pergi ke Maroko untuk belajar kepada ulama-ulama di negeri ujung barat benua Afrika itu.
Pada tahun 1390 H / 1970 M, beliau diberi tugas mengajar di Fakultas Syari’ah di kota Makkah (1390-1399 H). Beliau juga termasuk salah seorang staf pengajar program pasca sarjana Universitas King Abdul Aziz Makkah.
Sepeninggal sang ayah,tanggal 25 Safar 1391, Abuya ditunjuk menjadi pengajar di Masjid Alharam menggantikan sang ayah. Keputusan ini merupakan hasil kesepakatan para ulama Makkah, di antaranya Syeikh Hasan Almassyath, Syeikh Muhammad Nur Saif, Syeikh Muhammad Salim Rahmatullah, Assayyid Amin Kutbi, dan sebagainya. Sang ayah sendiri, Assayyid Alwi Bin Abbas Almaliki, telah mengajar di majelis tersebut selama 50 tahun lamanya.
Di Masjid Alharam, setiap malam Selasa, Abuya mengajar tanpa ada liburnya, baik di musim dingin maupun musim panas. Majelis tersebut tidak pernah libur kecuali karena ada halangan syar’i saja.
Selain halaqah di Masjid Alharam, banyak ceramah agama yang telah beliau sampaikan, baik di radio maupun televisi, juga yang terekam dalam bentuk kaset dan CD. Beliau selalu berperan aktif dalam Pekan Budaya (Almawasim Astsaqafiyyah) yang digelar oleh Rabithah Alam Islami. Sebagaimana beliau juga aktif dalam seminar-seminar agama yang diselenggarakan di dalam maupun luar Saudi Arabia. Dalam momen MTQ tingkat internasional, beliau terpilih sebagai Ketua Dewan Juri pada kisaran tahun 1399, 1400, dan 1401 H. Beliau merupakan orang pertama yang mengetuai dewan tahkim MTQ tingkat internasional tersebut.
Abuya juga telah mengunjungi banyak negara Islam. Tercatat, beliau berperan aktif membantu di berbagai pesantren dan madrasah di Asia Timur dan Asia Tenggara. Bentuk bantuannya, termasuk segi peletakan metodologi (manhaj), pemberian bantuan dana, penataran guru, perekrutan murid pesantren atau madrasah tersebut untuk dididik di Makkah dengan beasiswa penuh dari beliau rahmatullah ‘alaihi.
Dalam dunia tulis menulis dan karya ilmiah, Abuya berhasil menulis puluhan kitab dalam berbagai disiplin ilmu keislaman, antara lain Aqidah Islam, Ulumul Quran, Musthalah Hadits, Fiqh, dan Sirah Nabawiyyah. Hingga akhir hayat, beliau tetap istiqamah mengajar di majelis ta’lim yang dirintis di tempat kediamannya di Syari’ Almaliki Distrik Rushaifah Makkah, yang dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat, mulai kalangan anak muda hingga orang tua, selain santri beliau sendiri yang berdomisili di Rushaifah. Adapun para santri beliau baik yang berdomisili dikediaman beliau, maupun yang mukim di luar, mayoritas berasal dari luar negeri Saudu Arabiah, dan ada pula yang berasal dari masyarakat setempat. Banyak pula dari para muridnya itu, sekembalinya ke negara masing-masing, menjadi da’i, ustadz, dan ulama terkemuka.
Pada tanggal 2 Safar 1421 H / 6 Mei 2000, Universitas Alazhar Mesir, memberi Abuya gelar Profesor, berkat dedikasi beliau yang panjang dalam riset ilmiah dan karya tulis, yang memenuhi standar akademi. Selain itu, gelar honoris tersebut merupakan penghargaan atas jasa-jasa perjuangan beliau yang cukup lama, dalam dunia dakwah dan penyebaran ilmu syariat di banyak negara Islam.
Halaqah ilmiyah yang cukup dikenal oleh penduduk Makkah, yang semula bertempat di Masjid Alharam, dan pada akhirnya dipindah ke kediaman beliau, adalah halaqah yang merupakan tradisi ilmiah turun menurun selama 600 tahun lamanya yang senantiasa ditekuni oleh datuk-datuk beliau.
Ayah dan kakek beliau, adalah ketua para khatib dan da’i di kota Makkah. Demikian juga dengan Abuya, profesi tersebut digeluti yakni sejak tahun 1971 dan harus berakhir pada tahun 1983, saat beliau dicekal dari kedudukan terhormat itu akibat penerbitan kitabnya yang berjudul; Mafahim Yajibu an Tushahhhah (Pemahaman-Pemahaman yang Harus Diluruskan), sebuah kitab yang banyak meluruskan paham yang selama ini diyakini oleh ulama-ulama Wahabi. Paham Wahabi sangat menguasai keyakinan mayoritas ulama Saudi Arabia dan mempunyai peran pesar dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah.
Setelah pencekalan beliau dari pengajian umum dan khutbah, beliau mendedikasikan dirinya dalam pendidikan secara privat kepada ratusan murid-muridnya, dengan penekanan murid-murid dari Asia Tenggara, di kediaman di jalan Al Maliki di distrik Rushaifah Makkah.
Majelis ta’lim Abuya, dan juga ayah beliau, Sayyid Alwi Almaliki, tidak berkonsentrasi pada satu disiplin ilmu saja, atau hanya dikhususkan pada kalangan tertentu saja. Namun, teruntuk siapa saja. Karena itulah, Abuya berusaha mempersiapkan desain rumahnya untuk keperluan ini. Di rumahnya, dibangun ruangan (qa’ah) yang cukup luas, karena setiap hari dipergunakan untuk menampung jama’ah dalam halaqah ilmiyah yang diasuh beliau, tidak kurang dari 500 orang. Dalam setiap harinya, mulai ba’da Maghrib hingga ba’da Isya, Abuya menyampaikan pelajarannya, serta menyambut para tamu dan thalibul ilmi di tempat itu. Bahkan, majelis beliau selalu dihadiri oleh para ulama dan pejabat, baik dari Saudi Arabia sendiri maupun dari luar negeri, yang datang untuk melaksanakan ibadah haji atau ziarah. Praktis, majelis itu menjadi ajang ta’aruf dan shilaturrahim yang ‘diformat’ oleh Sayyid Muhammad secara simpel, sederhana, dengan didukung oleh sifat beliau yang begitu simpatik. Beliau selalu menanyakan kabar para jama’ah, mencari yang tidak hadir di antara muridnya, atau para jamaah yang istiqamah datang ke majelis tersebut.
Abuya dikenal sebagai figur yang sangat tawadlu, bijaksana, dan tidak ghuluw (fanatik secara berlebihan). Beliau selalu bersedia dan selalu siap bila diajak berdiskusi hin gga beddebat. Beliau bukan figur yang senang mencerca atau marah kepada orang yang berbeda pendapat dengannya. Namun sikap tegas dan wibawah sudah menjadi bagian dari karakter hidupnya. Maka tak heran, semasa hidupnya, beliau adalah otoritas yang paling dihormati oleh kalangan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Beliau senantiasa menghormati para ulama yang telah wafat mendahului beliau. Beliau selalu mengenang guru-gurunya, yang telah berjasa dalam membentuk karakter pribadi beliau, baik para guru beliau sendiri, maupun para sahabat ayah beliau.
Di antara faktor yang menjadikan beliau mudah diterima oleh masyarakat adalah kelembutan bicara dan akhlaqnya, terutama kepada orang yang membutuhkan bantuan kepada beliau..
Pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya, banyak sikap kelompok yang meng-counter pendapat ilmiah beliau. Namun dengan kebesaran hatinya, Abuya menerima semua itu dengan penuh kesabaran. Beliau menjawab semua counter tersebut dengan cara yang baik, dan menjelaskan duduk permasalahan dengan dalil-dalil syar’i. Abuya selalu mempunyai keyakinan, bahwa sejak ribuan tahun, tidak pernah tercatat dalam sejarah, adanya ulama yang berbeda pendapat dengan ulama lain, lantas menyerang dengan menggunakan cara-cara yang tidak gentel, yang tidak layak dilakukan oleh seorang alim. Sikap beliau ini, berhasil meluluhkan hati beberapa orang, yang pada asalnya berbeda pendapat dan ‘menyerang’ beliau. Pada akhirnya mereka makin mengetahui ketulusan hati dan tujuan beliau dalam dakwah dan menyebarkan ilmu yang bersumber dari Alquran dan Sunnah.
Pada tanggal 5-9 Dzul Qa’dah 1424 H, Abuya menjadi pemateri dalam seminar nasional untuk dialog pemikiran yang diselenggarakan di Makkah Al Mukarramah. Pertemuan yang baru pertama kali diselenggarakan oleh pemerintah Saudi tersebut bertajuk, “Fanatisme Berlebihan dan Proporsional – Pandangan Metodologi Umum”.
Setelah berjuang panjang dalam dunia dakwah dan keilmuan, pada Jumat pagi hari, tanggal 15 Ramadhan 1425 H, setelah terkena serangan penyakit yang mendadak, beliau berpulang ke rahmatullah. Meninggalkan beberapa putra (Assayyid Ahmad, Assayyid Abdullah, Assayyid Alwi, Assayyid Ali, Assayyid Hasan, Assayyid Husain) dan beberapa putri. Beliau dimakamkan di pemakaman Ma’la Makkah Almukarramah.
Pemakaman beliau dihadiri para pentakziah dalam jumlah yang sangat besar. Jenazahnya dishalati di Masjid Alharam setelah shalat Isya pada hari itu. Di antara yang hadir adalah para ulama, murid-murid beliau, para pejabat Kerajaan Saudi Arabia dan negara-negara teluk lain, yang mempunyai ikatan kuat dengan beliau semasa hidupnya. Semoga Allah senantiasa merahmati beliau, dan menjadikannya termasuk golongan orang-orang yang pertama masuk sorga untuk berziarah dan bermuwajahah kepada Allah, Dzat yang selalu dirindukannya, wujuuhun yauma idzin naadhirah, ilaa rabbihaa naadhirah
Abuya meninggal dunia dengan meninggalkan banyak pusaka yang sulit untuk dilupakan ummat Islam. Ribuan murid yang menyebar di berbagai negara, serta ratusan karya tulis dalam bentuk buku, monograf, makalah, dalam berbagai topik keislaman. Belum lagi kumpulan ceramah beliau yang terekam dalam kaset dan CD. Kitab-kitab maupun rekaman ceramah beliau, tidak bertujuan mencari keuntungan materi. Hal ini makin membuat beliau dicintai dan dihormati ummat. Abuya Assayyid Muhammad Bin Alwi Almaliki Alhasani akan terus berada dalam sanubari terdalam ummat Islam, karena wacana keilmiahannya masih terus dapat dinikmati generasi demi generasi, dan tak akan lekang oleh pergantian zaman. Di antara karya beliau yang paling terkenal adalah:
1. Abwab al Faraj (Kunci-Kunci Kebahagiaan), [Kairo: Dar al Ja’fari, tanpa tahun], sebuah manual yang mendeskripsikan tentang doa munajah, dan bacaan untuk berbagai situasi dari Alquran, Sunnah, dan para imam Islam. Disertai pula tentang adab / tata cara dalam berdoa. Buku ini juga berisi resep yang berharga untuk memperbanyak bacaan Surat Al Fatihah.
2. Al Anwar al Bahiyyah min Isra’ wal Mi’raj Khayr al Bariyyah (Cahaya-Cahaya Menakjubkan dari Perjalanan Malam dan Naiknya Sang Ciptaan Terbaik) [Edisi Kedua, Riyadh: tanpa penerbit, 1998]. Sebuah monograph yang mengumpulkan seluruh riwayat-riwayat sahih tentang Isra Mi’raj dalam suatu narasi tunggal.
3. Al Bayan wa at Ta’rif fi Dzikra al Maulid as Syarif (Penjelasan dan Devinisi Perayaan Maulid yang Mulia) [diterbitkan tahun 1995). Sebuah antologi singkat teks dan sya’ir yang terkait dengan maulid.
4. Haula Ihtifal bi Dzikra al Maulid an Nabi As Syarif (Berkaitan dengan Peringatan Hari Kelahiran Nabi SAW) [Cairo: Dar Jawami’ Al Kalim, 1998). Kumpulan detail bukti dan dalil yang diajukan ulama tentang kebolehan perayaan maulid.
5. Al Husun al Mani’ah (Benteng-Benteng Tak Terkalahkan). Sebuah buklet tentang ibadah harian yang dipilih dari Sunnah Nabi dan praktek ulama salaf.
6. Huwa Allah (Dia Adalah Allah). Sebuah statemen dan doktrin Sunni untuk menolak penyimpangan kaum antrhopomorphisme (mujassimah)
7. Khulasa Shawariq al Anwar min Ad’iya as Saadah al Akhyar (Ringkasan Cahaya-Cahaya yang Terbit dari Do’a-Doa Syuyukh Terpilih)
8. Al Madh an Nabawi Bayn al Ghuluw wal Insaf (Pujian pada Nabi SAW, antara Berlebihan dan Kepantasan)
9. Mafahim Yajibu an Tushahhah (Pemahaman-Pemahaman yang Perlu Diluruskan)
10. Al Musytasyriquun Bayn al Insaf wal ‘Asabiyyah (Orientalis antara Kejujuran dan Primordialisme)
11. Al Qawa’id al Asasiyyah fi ‘Ulumi al Quran (Kaidah-Kaidah Mendasar dalam Ilmu-Ilmu Alquran)
12. Al Qawa’id al Asasiyyah fi Ushul al Fiqh (Kaidah-Kaidah Mendasar dalam Ushul Fikih)
13. Al Qudwah al Hasanah fi Manhaj ad Da’wah ila Allah (Teladan Luhur dalam Metode Dakwah)
14. Mafhum at Tathawwur wa at Tajdiid fis Syari’ati al Islamiyyah (Hakikat Kemajuan dan Pembaharuan dalam Syariat Islam)
15. Manhaj as Salaf fi Fahmi an Nushush Bayn an Nadzariyyah wa at Tathbiiq (Metodologi Salaf dalam Memahami Teks; Teori dan Praktik)
16. Muhammad SAW al Insan al Kamil (Muhamamad SAW Manusia Sempurna)
17. Qul Haadzihii Sabili (Katakan: Inilah Jalanku)
18. Ar Risalah al Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha (Pesan Islam; Kesempurnaannya, Keabadiannya, dan Keuniversalannya)
19. Shifa’ al Fuad bi Ziyarah Khayr al ‘Ibad (Penyembuh Hati Berkenaan dengan Ziyarah Sebaik-Baik Manusia)
20. At Tali’ as Sa’id As Sa’id Al Muntakhab Min al Musalsalat wal Asaaniid (Bulan Baru Kebahagiaan: Pilihan atas Hadits-Hadits Musalsal dan Isnad-Isnad)
21. Tarikh al Hawadits wa al Ahwal an Nabawiyyah (Peristiwa-Peristiwa Bersejarah dan Penanda dalam Kehidupan Nabi SAW)
22. Al ‘Uqud al Lu’lu’iyyah bi al Asanid al ‘Alawiyyah (Kalung Mutiara: Isnad-Isnad ‘Alawi)
23. Wa Huwa bil Ufuqi al A’la (Dan Dia Di Cakrawala yang Paling Tinggi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar